Selasa, 03 April 2012

PRAKTIKUM TPA GUNUNG TUGEL


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam misal gunung meletus, gas beracun (Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005).
Ilmu lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi, pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan. (Mukono, 2004)
Pencemaran tanah merupakan bagian dari pencemaran lingkungan darat, pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh sampah-sampah rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan. Sampah dapat dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas, dan air, sehingga terbentuklah humus. Sampah organik itu misalnya dedaunan, jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah tersebut tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik seperti besi, alumunium, kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit atau tidak dapat diuraikan.(Mukono, 2004)
Sampah selalu identik dengan barang sisa atau hasil buangan tidak berharga. Meski setiap hari manusia selalu menghasilkan sampah, manusia pula yang paling menghindari sampah. Selama ini sampah dikelola dengan konsep buang begitu saja (open dumping), buang bakar (dengan incenerator atau dibakar begitu saja), gali tutup (sanitary landfill), ternyata tidak memberikan solusi yang baik, apalagi jika pelaksanaannya tidak disiplin. Karena itu, tidaklah mengherankan jika pada akhirnya warga menolak kehadiran TPA ( Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005 ).
Kehadiran tempat pembuangan akhir (TPA) seringkali menimbulkan dilema. TPA dibutuhkan, tetapi sekaligus tidak diinginkan kehadirannya di ruang pandang. Kegiatan TPA juga menimbulkan dampak gangguan antara lain: kebisingan, ceceran sampah, debu, bau, dan binatang-binatang vektor. Belum terhitung ancaman bahaya yang tidak kasat mata, seperti kemungkinan ledakan gas akibat proses pengolahan yang tidak memadai. Lebih lanjut, sampah juga berpotensi menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat yang ada di sekitarnya akibat penguasaan lahan oleh kelompok orang yang hidup dari pemulungan. Konflik tersebut dapat memicu protes dari masyarakat kepada pengelola TPA untuk menutupnya dan memindahkannya ke tempat yang lain (Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005).
Menurut Damanhuri (2007) Permasalahan sampah di Indonesia, terutama di berbagai kota besar, mulai terasa memberikan gangguan dan dampak lingkungan yang merugikan. Persoalan sampah tidak hanya mencakup masalah teknologi saja, tetapi juga merambah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Ketidaktersediaan lahan untuk lokasi pemusnahan akhir sampah, keterbatasan kemampuan pengumpulan dan pengangkutan sampah, belum adanya teknologi alternatif yang sesuai dan minimnya kesadaran masyarakat akan sampah, menjadi penyebab ketidakberesan penataan sistem persampahan di berbagai kota, termasuk Purwokerto.
Salah satu permasalahan sampah di Purwokerto, yang hingga kini dampak ekologisnya masih terasa adalah pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Gunung Tugel, selama kurang lebih dua puluh tiga tahun (sejak tahun 1983), TPA Gunung Tugel hanya sekedar difungsikan untuk menampung sampah, tanpa dilengkapi sarana dan fasilitas untuk memisahkan sampah organik dan anorganik serta tidak ada sarana pengolahan dan pembuangan limbah cair sampah atau air lindi (Koran Sore Wawasan, 2006).

B.  Rumusan Masalah
Bagaimana pengelolaan dan pemrosesan sampah di TPA Gunung Tugel ?
C.  Tujuan
1.    Tujuan umum
Mengetahui secara langsung sistem pengolahan sampah di TPA Gunung Tugel.
2.    Tujuan khusus
a.    Mengetahui volume sampah yang masuk TPA Gunung Tugel.
b.    Mengetahui jenis sampah yang ada di TPA Gunung Tugel.
c.    Mengetahui proses pengumpulan dan pengolahan sampah di TPA Gunung Tugel.
d.   Mengetahui dampak kesehatan yang di rasakan pekerja (pemulung) yang bekerja di TPA Gunung Tugel.

D.  Manfaat
a.       Bagi Mahasiswa
Mahaiswa dapat langsung terjun di lapangan sehingga lebih memahami sistem pengolahan sampah di TPA Gunung Tugel dan dapat memperkirakan dampak kesehatan yang mungkin dirasakan masyarakat sekitar TPA.
b.      Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Bertambahnya pengetahuan mahasiswa mengenai pengolahan sampah sehingga diharapkan mahasiswa akan lebih tertarik dengan masalah pengolahan sampah serta dapat meneliti lebih lanjut mengenai hal tersebut dan dapat membantu jurusan kesehatan masyarakat dalam melakukan pengabdian terhadap masyarakat.
c.       Bagi masyarakat
Diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan mahasiswa mengenai pengolahan sampah, mahasiswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk mengurangi dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh pengolahan sampah yang tidak memuaskan.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.         Pengertian  Sampah
   Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yangumumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia termasuk kegiatan industri, tetapi bukan biologis karena human waste tidak termasuk didalamnya dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
   Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas manusia, lebih lanjut menyebabkan bertambahnya sampah. Faktor yang mempengaruhi jumlah sampah selain aktivitas penduduk antara lain adalah jumlah atau kepadatan penduduk, sistem pengelolaan sampah, keadaan geografi, musim dan waktu, kebiasaan penduduk, teknologi serta tingkat sosial ekonomi (Depkes RI, 1987).



B.         Jenis Sampah
            Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge et al, 1991). Menurut Murtadho dan Said (1987), sampah organik dibedakan menjadi sampah organik yang mudah membusuk misalnya sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah, sedangkan sampah organik yang tidak mudah membusuk misalnya plastik dan kertas. Kegiatan atau aktivitas pembuangan sampah merupakan kegiatan yang tanpa akhir. Diperlukannya sistem pengelolaan sampah yang baik, sedangkan kenyataannya  penanganan sampah perkotaan mengalami kesulitan dalam hal pengumpulan sampah dan upaya mendapatkan tempat atau lahan yang benar-benar aman (Suryani et al, 1997). Maka pengelolaan sampah dapat dilakukan secara preventif, yaitu memanfaatkan sampah salah satunya seperti usaha pengomposan (Damanhuri E, 2007).
Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis sampah yang diatur adalah:
1.    Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga. Sampah ini bersumber dari rumah atau dari komplek perumahan.
2.    Sampah sejenis sampah rumah tangga yaitu sampah rumah tangga yang bersala bukan dari rumah tangga dan lingkungan rumah tangga melainkan berasal dari sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan, kantor, sekolah, rumah sakit, rumah makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman kota, dan lainnya.
3.    Sampah spesifik yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga yang karena sifat,konsentrasi dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus, meliputi, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti batere bekas, bekas toner, dan sebagainya. Sampah yang mengandung limbah B3 misalnya sampah medis, sampah akibat bencana, puing bongkaran, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode.

C.         Dampak yang Ditimbulkan oleh Sampah
Menurut Suprihatin (1996) sampah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi  manusia dan lingkungan disekitarnya, yaitu:
1.      Dampak bagi kesehatan
        Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a.         Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
b.         Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
c.         Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
d.        Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
2.      Dampak terhadap Lingkungan
          Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
3.      Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
a.       Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
b.      Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
c.       Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
d.      Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
e.       Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

D.      Pengelolaan Sampah
            Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU N0.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah meliputi, kegiatan–kegiatan berikut:
1.      Pengurangan sampah
          Yaitu kegiatan untuk mengatasi timbulnya sampah sejak dari produsen sampah (rumah tangga, pasar, dan lainnya), mengguna ulang sampah dari sumbernya dan/atau di tempat pengolahan, dan daur ulang sampah di sumbernya dan atau di tempat pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, kegiatan yang termasuk dalam pengurangan sampah ini adalah:
a.       Menetapkan sasaran pengurangan sampah
b.      Mengembangkan Teknologi bersih dan label produk
c.       Menggunakan bahan produksi yang dapat di daur ulang atau diguna ulang
d.      Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang
e.       Mengembangkan kesadaran program guna ulang atau daur ulang
2.    Penanganan sampah,
          Yaitu rangkaian kegiatan penaganan sampah yang mencakup pemilahan (pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis dan sifatnya), pengumpulan (memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah terpadu), pengangkutan (kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS atau tempat pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir (mengubah bentuk, komposisi, karateristik dan jumlah sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau dikembalikan alam dan pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya agar dapat dikembalikan ke media lingkungan.
3.    Sistem Pengelolaan Sampah
          Secara garis besar ada tiga sistem pengelolaan sampah, yaitu dengan cara kimiawi melalui pembakaran, cara fisik melalui pembuangan di TPA, dan cara biologis melalui proses kompos. Jumlah volume sampah yang besar dilakukan pengelolaan sampah dengan cara fisik (S. Rahardjo, 2006)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah dengan berbagai alternative yang tersedia, diantaranya adalah:
a.         Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (shorting) dan pemadatan (compacting). Tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.
b.        Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang hingga 90-95%. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang dianjurkan karena teknik ini berpotensi untuk menumbulkan pencemaran udara.
c.         Pembuatan kompos (composting), kompos adalah pupuk alami atau organik yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organic lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan., misalnya kotoran ternak. Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.
d.      Energy recovery, yaitu transformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di Negara-negara maju yaitu pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas kurang lebih 300 ton/haridapat dilengkapi dengan pembangkit listrik kurang lebih 96.000 MWH/tahun dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan (Kartikawan Y, 2007).



E.  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
   Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk akhir dari program pengelolaan sampah (Depkes RI, 1987). Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, menyatakan bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
            TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik (Kementerian LH, 2005). Sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang di TPA. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan (Kementerian LH, 2005).
            Pengelolaan sampah belum bisa dikatakan berhasil keseluruhannya dengan baik, tanpa menyelesaikan persoalan, mengatasi permasalahan hingga sampai tahap disposal dengan baik. Kebanyakan TPA di Indonesia masih jauh dari penyelenggaraan yang saniter, karena masih banyak yang menggunakan metode open dumping, yaitu metode pembuangan sampah dimana sampah dibuang begitu saja secara terbuka diatas suatu tanah yang kurang dimanfaatkan (tanah lapang yang kurang baik keadaannya). Metode ini banyak menimbulkan kondisi yang kurang baik seperti menimbulkan bau yang tidak sedap, sebagai media yang baik bagi berkembang biak lalat, tikus maupun parasit (cacing) dan dapat menimbulkan gangguan penyebaran penyakit menular seperti kecacingan pada pekerja yang kontak langsung dengan sampah (Depkes RI, 1987).










BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
                        Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel berlokasi di RT 04 RW 06 Desa Kedung Randu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Secara geologis, lokasi ini terletak di atas cekungan dengan struktur batuan yang disebut dengan formasi Tapak. Formasi Tapak terdiri dari lapisan bawah berupa pasir berputir kasar berwarna kehijauan dan Conglomerate yang bercampur batuan breksi andesit lokal. Sedangkan lapisan bagian atas berupa batuan pasir gampingan dan napal berwarna hijau yang bercampur dengan kepingan molusca. Formasi Tapak di lokasi ini diperkirakan memiliki kedalaman hingga 500 meter.
TPA Gunung Tugel mempunyai luas sekitar 5 Ha, namun yang digunakan sebagai tempat pembuangan sampah hanya sekitar 3 Ha. TPA ini sudah berumur sekitar 28 tahun dari mulai tahun 1983 sampai sekarang 2011.  TPA Gunung Tugel menampung sampah sebanyak 40 truk per hari, yang masing-masing truk membawa 8 kubik sampah organik maupun sampah anorganik. Jumlah pemulung TPA Gunung Tugel yang tercatat di Unit Persampahan Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas sebanyak 141 orang. Pemulung tersebut bekerja setiap harinya mulai pukul 06.30-16.30.
Responden yang diwawancarai yaitu ibu Dariyah yang bekerja sebagai pemulung, namun responden tidak bekerja selama satu hari penuh, pekerjaannya dapat ditinggalkan apabila ada kegiatan lain. Ibu Dariyah mengumpulkan  semua sampah khususnya yang memiliki daya jual seperti kantong plastik, botol plastik bekas air mineral, botol-botol kaca, boneka, besi, dan karet sandal jepit. Sampah-sampah yang sudah terkumpul kemuadian dipisah-pisahkan sesuai dengan jenisnya. Kemudian sampah-sampah tersebut diangkut oleh pengepul setiap hari sabtu. Khusus untuk sampah botol plastik akan diolah menjadi butiran-butiran plastik sebesar biji beras yang kemudian didaur ulang kembali menjadi barang yang mempunyai daya guna. Pabrik pengolahan botol plastik tersebut berada di sekitar TPA Gunung Tugel dan  pemiliknya merupakan warga sekitar TPA Gunung Tugel.
Sampah yang tidak laku dijual seperti sampah-sampah organik yang berupa sisa-sisa makanan dan dedaunan dibiarkan begitu saja, sedangkan sampah kayu  biasanya dibawa pulang oleh pemulung dan digunakan sebagai kayu bakar. Sebenarnya TPA Gunung Tugel mempunyai sistem pengolahan sampah organik,  sampah organik tersebut diolah menjadi pupuk kompos, namun untuk 5 tahun terakhir ini hal tersebut tidak lagi dilakukan mengingat sumber dana yang terbatas.
Pengelolaan sampah di TPA Gunung Tugel menggunakan metode open dumping dan control landfill. Open dumping adalah metode yang dilakukan dengan membiarkan sampah tersebut terbuka dan terkena sinar matahari. Metode control landfill atau penimbunan seharusnya dilakukan ketika ketinggian sampah telah mencapai 1 m dengan ketinggian tanah penutupnya 15 cm agar sampah tersebut tidak menimbulkan pencemaran baik bau, sumber vektor baik lalat maupun nyamuk. Kenyataanya saat ini di TPA Gunung Tugel control landfill baru dilaksanakan ketika ketinggian timbunan sampah mencapai 2 m sehingga hal ini menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan khususnya bagi tenaga kerja, pemulung dan warga sekitar TPA gunung tugel.  
Timbunan sampah di TPA Gunung Tugel akan menghasilkan air lindi yaitu air rembesan yang berasal dari sampah, pembentukan air lindi dipengaruhi oleh karakteristik sampah yaitu sampah organik atau sampah anorganik. Sampah organik akan menghasilkan air lindi lebih banyak daripada sampah anorganik.Sampah organik yang masuk ke TPA Gunung Tugel dalam lima tahun terakhir ini tidak mendapat pengelolaan sehingga air lindi yang dihasilkan menjadi lebih banyak dari sebelumnya, keadaan tersebut akan menimbulkan pencemaran air tanah. Penelitian yang dilakukan Sulinda (2004) di TPA Galuga Bogor Jawa Barat menyatakan bahwa pada musim hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas air lindi yang dihasilkan. Daerah dengan curah hujan yang tinggi akan membentuk kuantitas air lindi yang lebih banyak, walaupun konsentrasi kontaminannya akan lebih sedikit daripada di daerah yang curah hujannya rendah. Purwokerto termasuk kota yang memiliki curah hujan yang tinggi oleh karena itu air lindi yang dihasilkan di TPA gunung tugel memiliki kuantitas air lindi yang tinggi dengan konsentrasi kontaminan yang rendah.
TPA Gunung Tugel memiliki sistem pengelolaan limbah tinja, Pengolahan limbah tinja ini dilakukan di Instalasi Pembuangan Limbah Tinja (IPLT). Pengolahannya yaitu setelah limbah tinja diturunkan dari kendaraan pengangkut tinja, tinja tersebut kemudian ditampung dalam sebuah bak khusus penampung tinja. Tinja yang telah ditampung kemudian diendapkan dan dikeringkan dengan bantuan sinar matahari selama kurang lebih dua hari hingga berubah warna menjadi hitam tanah, setelah tinja memadat dan kering, kolam tersebut akan dikuras dan tinja diambil untuk dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Kemudian sisa air yang ada dialirkan ke kolam kedua yang berada di bawah kolam pertama, setelah didiamkan beberapa hari kemudian air dialirkan kembali ke kolam ketiga, di kolam ketiga ini air sudah menjadi jernih.
Menurut penuturan responden selama responden bekerja sebagai pemulung sampah di TPA gunung Tugel,tidak pernah mengalami keluhan penyakit yang dirasakan akibat dari pemaparan sampah sehari-hari, Pemaparan setiap hari memungkinkan ibu tersebut sudah terbiasa dan kebal terhadap kondisi di TPA, Ibu Dariyah Sendiri tidak  menggunakan alat pelindung diri seperti , sepatu boots, maupun masker. Responden hanya menggunakan sarung tangan dan penutup kepala serta alas kaki menggunakan sepatu biasa. Responden menuturkan pernah ada pemeriksaan kesehatan pemulung yang dilakukan oleh institusi kesehatan setempat. Pemeriksaan tersebut diselenggarakan secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya apapun. Acara tersebut biasanya diselenggarakan ketika memang ada keluhan langsung dari pemulung. 
B.  Pembahasan
Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Penyebab utama tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah. Dalam konotasi sederhana Limbah dapat diartikan sebagai sampah. Pencemaran pada umumnya berasal dari sampah yang dikumpulkan pada suatu tempat yang sering disebut TPA (Mukono, 2004)
Sampah yang dihasilkan manusia semakin bertambah banyak, maka luas tempat pembuangan akhir makin luas. Mengingat akan hal ini maka perlu pemikiran lebih lanjut bagaimana mengurangi masalah yang akan ditimbulkan oleh sampah dengan memanfaatkan kembali sampah tersebut untuk kepentingan manusia melalui suatu metode pengolahan sampah.
Pengolahan sampah yang dilakukan oleh pengelola TPA Gunung Tugel awalnya menggunakan metode open dumping, metode ini  akan mengganggu lingkungan karena sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan dengan  tanah.  Metode open dumping sebenarnya bukan metode yang baik untuk pengelolaan sampah karena akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan menjadi tempat yang nyaman untuk lalat, tikus maupun parasit (cacing) berkembang biak, sehingga akan menimbulkan berbagai macam penyakit  pada pemulung maupun warga sekitar TPA.
Sistem controlled landfill yang dilakukan oleh TPA Gunung Tugel merupakan peningkatan dari metode open dumping. Metode tersebut merupakan  amanat dari UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dalam aturan tersebut diamanatkan bahwa pengelolaan sampah dalam lima tahun setelah diundang-undangkan tidak boleh lagi dikelola secara open dumping (terbuka), sampah minimal harus dikelola secara sanitary landfill atau minimal controlled landfill, hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan dari sistem open dumping. Metode controlled landfill dilakukan dengan cara  menimbun sampah dengan lapisan tanah ketika sampah sudah mencapai ketinggian 1 meter, namun kenyataannya di TPA Gunung Tugel penimbunan baru dilakukan ketika sampah telah mencapai 2 meter atau sekitar 3 bulan sekali, pengelolaaan system controlled landfill  tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah pencemaran akibat sampah. Seharusnya dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah.
Pemerintah Indonesia menganjurkan metode controlled landfill untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Metode ini dalam pelaksanaannya, memerlukan penyediaan beberapa fasilitas, di antaranya :
1.    Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.
2.    Saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya.
3.    Pos pengendalian operasional.
4.    Fasilitas pengendalian gas metan
5.    Alat berat
            Masih ada sistem yang lebih bagus lagi dari system pengolahan controlled landfill yaitu sistem sanitary landfill, sistem ini merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis.  Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari.
Gambar 1.1 sistem sanitary landfill (Damanhuri, 1995)
            Metode ini merupakan metode standard yang dipakai secara internasional. Tujuannya yaitu meminimalkan potensi gangguan yang dapat timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari. Menerapkan metode ini diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal. Pemerintah Indonesia menganjurkan agar metode sanitary landfilled diterapkan di kota besar dan metropolitan. Pelaksanaan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, sama seperti fasilitas dalam sistem controlled landfill dengan jumlah dan spesifikasi yang berbeda.
Pengelolaan air lindi di TPA Gunung Tugel belum maksimal sehigga dapat mencemari air tanah yang ada di sekitar wilayah TPA, Seharusnya sebelum dialirkan air lindi diolah terlebih dahulu seperti yang dilakukan oleh pengelola TPA Gampong Jawa Banda Aceh, TPA tersebut melakukan pengolahan air lindi dengan cara melapisi dasar kolam penampungan air lindi dengan HDPE atau semacam lapisan plastik sehingga tidak akan mencemari lingkungan (Damanhuri, 1995)
Pengelolaan tinja yang ada di TPA Gunung Tugel sudah cukup baik, tinja dapat dimanfaatkan untuk kompos sehingga memiliki nilai ekonomis, air yang dihasilkan juga dapat digunakan kembali. Pengelolaan tersebut masih menimbulkan bau yang tidak sedap serta pemandangan yang kurang menarik, sehingga pengelolaaan tersebut perlu mendapat modifikasi lebih lanjut seperti pembuatan taman di sekitar area kolam sehingga terlihat indah dan jauh dari kesan menjijikan.
Pengelolaan sampah yang belum sesuai dengan standar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan di sekitar TPA. Pencemaran tersebut dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada masyarakat sekitar TPA. Responden yang diwawancarai mengatakan tidak pernah mengalami keluhan sakit yang diakibatkan oleh interaksinya dengan sampah namun berdasarkan Data 10 Besar Penyakit di Desa Kedung Randu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas, menunjukkan bahwa 10,45% penduduk menderita penyakit kulit dan 9,32% penduduk menderita diare. Kondisi lingkungan rumah yang letaknya tidak jauh dari TPA Gunung Tugel meningkatkan risiko menderita kedua penyakit tersebut. Kedua penyakit tersebut paling banyak diderita oleh warga disekitar wilayah TPA Gunung Tugel, yaitu warga di wilayah RW 06.













BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
1.    TPA Gunung tugel menampung sampah sebanyak 40 truk per hari, yang masing-masing truk membawa 8 kubik sampah.
2.    Jenis sampah yang terdapat di TPA Gunung Tugel  yaitu sampah organik (sisa-sisa makanan, sayur, buah) dan sampah anorganik  (logam, plastik, botol plastik maupun botol kaca).
3.    Pengelolaan sampah di TPA Gunung Tugel menggunakan metode open dumping dan control landfill.
4.    Dampak kesehatan yang banyak dirasakan warga sekitar TPA Gunung Tugel yaitu banyaknya warga yang menderita penyakit kulit dan diare.

B.       Saran
1.    Pengelolaan sampah seharusnya menggunakan metode sanitary landfill untuk meminimalkan potensi gangguan yang timbul.
2.    Pengaktifan kembai pengelolaan sampah organik akan dapat memberikan manfaat yang lebih secara ekonomi dan kesehatan.
3.    Pemeriksaan kesehatan terhadap pemulung dan tenaga kerja di TPA Gunung Tugel sebaiknya dilakukan secara rutin.
















1 komentar: