BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Karbonmonoksida
(CO) merupakan racun yang cukup lama dalam sejarahm manusia. Sumber utama dari CO
adalah asap knalpot kendaraan terutama mesin berbahan bakar bensin. Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak mengiritasi, mudah terbakar dan sangat beracuin. Gas
Karbon monoksida merupakan bahan yang umum ditemui di industri. Gas ini
merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor, alat
pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon dan nyala api
(seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, asap tembakau.
Namun sumber yang paling umum berupa residu pembakaran mesin.
Banyak
pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan menggunakan
minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat pembuangan
hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon monoksida.
Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida.
Sering kita mendengar terjadinya
kematian di dalam mobil hal ini disebabkan mobil tertutup rapat, sistem
pergantian udara tidak lancar, mesin mobil dalam keadaan hidup atau jalan
sehingga pembuangan asap yang boCor masuk ke dalam mobil dan perlahanlahan
terhirup oleh orang yang ada di dalam mobil. Salah satu senyawa kimia yang ada
dalam asap hasil pembakaran tidak sempurna adalah gas karbon monoksida (CO) yang
diduga menjadi penyebab kematian.
Gejala suatu
keracunan karbon monoksida adalah hipoksia jaringan(kekurangan oksigen pada
jaringan). Perokok kuat ± 5-10 % hemoglobinnya ada dalam bentuk HbCO. Hal ini
hampir sama dengan konsentrasi HbCO yang disebabkan oleh konsentrasi CO 50 ppm,
atau bahkan terletak di atas nilai itu. Perokok pasif, yaitu anak-anak, bayi
atau janin pada keluarga perokok atau yang bersama-sama dengan perokok dapat
mengalami adanya karboksi hemoglobin dengan kadar yang tinggi dalam darah.
Keracunan HbCO berat, memberikan tanda merah jambu pada wajah pasien.
- Tujuan
1.
Mengukur kadar CO dalam
darah (karboksihemoglobin) dengan metode hindsberg-Lang
2.
Menginterpretasikan
hasil pemeriksaan kadar karboksihemoglobin dalam darah dengan metode
Hindsberg-Lang
3.
Melakukan pemeriksaan
biomarker keracunan CO
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Karbonmonoksida (CO)
Karbon dan oksigen dapat bergabung
membentuk senyawa karbonmonoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak
sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran
sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang pada suhu udara normal
berbentuk gas tidak berwarna tidak berbau dan tidak berasa. Senyawa CO
mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin
(Sudrajad, 2005).
Menurut Fardiaz (1992), secara umum
terbentuk gas CO adalah melalui proses berikut ini:
- Pembakaran
tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon
- Reaksi
antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
- Pada
suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan oksigen.
B.
Karboksihiemoglobin (HbCo)
Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya
terikat pada gugus prostetik hem dan keseluruhannya mempunyai berat molekul
64.450 Dalton. Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut hemoglobin
teroksigenasi atau oksihemoglobin
(HbO2), sedangkan hemoglobin yang sudah melepaskan oksigen disebut
deoksihemoglobin (Hb). Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran
yang tidak sempurna yaitu karbonmonoksida (CO) dan disebut karbamonoksihemoglobin (HbCO). Hb berwarna
merah keCoklatan, dan HbCO berwarna merah terang (carmine tint). Untuk lebih
jelas lagi setiap derivat Hb dapat pula dibedakan dengan menggunakan
spektroskop (Asscalbiass, 2010).
Karboksihemoglobin beberapa kali
lebih stabil dibandingkan dengan oksihemoglobin sehingga reaksi ini
mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 ke jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara
dengan kadar karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat
oksigen oleh darah turun sebanyak 15 %, sama dengan kehilangan darah sebanyak
0,5 liter. Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoksia pada jaringan.
Hipoksia menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem kardiovaskuler
terjadi pada HbCO kurang dari 5 %.
Keracunan karbon monoksida sering digolongkan sebagai salah satu
bentuk hipoksia anemik, karena didapatkan defisiensi hemoglobin yang dapat
mengangkut O2, tetapi kandungan hemoglobin total di dalam darah
tidak dipengaruhi oleh CO. Terdapatnya HbCO, ditunjukan oleh kurva disosiasi
untuk HbO2 yang tersisa akan bergeser ke kiri, sehingga jumlah
O2 yang dilepaskan berkurang. Inilah sebabnya mengapa penderita
anemia yang mempunyai HbO2 50% dari jumlah normal masih dapat melakukan
kerja fisik sedang, tetapi individu yang kadar HbO2 turun sampai
taraf yang serupa akibat adanya HbCO menjadi sangat tidak mampu (Ganong, 2002).
Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh dosis pada waktu terjadi
keracunan. Kerja toksik bertambah dengan naiknya dosis terhadap seseorang yang
selama beberapa jam mengalami pemaparan. Semakin besar HbCO dalam darah,maka semakin fatal efek yang ditimbulkan (Koeman,
1987).
Gejala toksisitas CO adalah nyeri kepala, rasa lelah, kebingungan
mental,mual, dan gangguan neurologik berat akibat hipoksia yang menyebabkan
koma, sertakematian. Analisis untuk CO dilakukan pada darah yang diberi EDTA. Hasil
dinyatakan sebagai persen hemoglobin yang terdapat sebagai
karboksihemoglobin. Gejala-gejala toksik keracunan
CO muncul pada kadar 20% dan kematian
pada kadar mencapai 60%. Pengobatan dengan beralih dari sumber CO dan
mempertahankan respirasi dengan entilasi yang kuat dan pemberian oksigen agar CO
berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi
keluar tubuh.
Pengaruh konsentrasi CO terhdadap kesehatan manusia dapat dilihat pada table
di bawah ini:
No
|
Konsentrasi
CO (ppm)
|
Konsentrasi HbCO (%)
|
Gejala terhadap kesehatan
|
1
|
0-10
|
1-2,5
|
Belum ada gejala
|
2
|
10
|
3,0-4,0
|
Gangguan pada tingkahlaku
|
3
|
10-20
|
5,0-6,0
|
Gangguan pada systemsaraf, penglihatan, pancaindra
dll
|
4
|
30-50
|
10,0-<20,0
|
Perubahan
fungsi padajantung dan paru
|
5
|
50-70
|
>20,0-60,0
|
Sakit
kepala, lesu,pusing, sesak
napas,koma
|
6
|
80-90
|
70,0-90,0
|
Kematian
|
(Wardhana,2001)
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
- Hasil
1.
Alat, Bahan dan Cara Kerja
a.
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikun ini meliputi spuit
3 cc, tourniquet plakon,
pipet ukur, yellow tip, Erlenmeyer, tabung reaksi dan rak tabung reaksi,
spatula, mikropipet, kuvet, dan spektrofotometer.
b.
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan adalah sampel darah, EDTA, ammonium, sodium dithionit.
c.
Cara
kerja
1)
Darah probandus diambil
sebanyak 1cc dengan menggunakan spuit. Kemudian dimasukkan ke dalam plakon yang
sudah diberi EDTA.
2)
Larutan amonium0,1%
diambil sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
3)
Sampel whole blood
diambil sebanyak 10 dengan menggunakan yellow tip, kemudian whole
blooddimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan amonia.
4)
Kemudian campuran
dibagi menjadi dua tabung, masing-masing sebanyak 5 ml, tabung satu ditambah
sodium dithionit dan tabung kedua tidak ditambah sodium dithionit.
5)
Kedua larutan
masing-masing diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 546 nm dan nilai foktor 6,08.
6)
Kemudian hasilnya
dibaca.
Berdasarkan
hasil pengukuran dengan menggunakan spektofotometer dan metode hindberger-lang
diperoleh kadar Co pada praktikan yang diambil darahnya sebesarsebesar 2,03%.
- Pembahasan
CO diserap melalui paru dan sebagian
besar diikat oleh hemoglobin secara reversible, membentuk karboksi-hemoglobin (COHb).
Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme
ekstravaskular lain, seperti cytochrome c oxidase dan cytochrome P-450.
Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30 sampai 500 kali afinitas oksigen,
tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245
kali afinitas oksigen sehingga CO
merupakan gas yang berbahaya untuk tubuh karena dapat menghambat penyerapan
oksigen pada jaringan. Konsentrasi CO dalam
udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap
hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas. (Wardhana,2001)
Faktor-faktor lain yang turut
mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktivitas fisik dan penyakit yang menyebabkan
gangguan oksigenasi jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh dara otak dan
jantung, emfisema paru, asma bronchial, TBC paru dan penyakit metabolik serta
obat-obatan yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat, Contohnya alkohol,
barbiturat dan morfin. (Wardhana,2001)
Hasil pemeriksaan pada saat praktikum
menunjukkan kadar Co dalam darah sebesar 2,03%, jumlah tersebut masih dalam
batas aman dan belum menimbulkan suatu gejala, CO
bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan Hb dengan CO bersifat reversible
dan setelah Hb dilepaskan oleh CO, sel darah merah tidak mengalami kerusakan.
Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan
(ambient air), kadar COHb sebelum pemaparan (kadar COHb inisial), lamanya
pemaparan, dan ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorbsi CO
dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb
semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya
tidak mengandung COHb lagi. Purwokerto merupakan kota kecil yang masih banyak
ruang hijau sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk mengeksresi Co masih bisa
dipenuhi sehingga kadar Co pada darah praktikan yang hidup di Purwokerto masih
dalam batas aman.
BAB
IV
PENUTUP
1.
Pemeriksaan kadar Co
dengan metode hindsberger-lang dilakukan pada darah yang diberi EDTA. Hasil
dinyatakan sebagai persen hemoglobin yang terdapat sebagai karboksihemoglobin.
2.
Hasil pemeriksaan pada
saat praktikum menunjukkan kadar Co dalam darah sebesar 2,03%, jumlah tersebut
masih dalam batas aman dan belum menimbulkan suatu gejala,
TINJAUAN
PUSTAKA
Asscalbiass. 2010. Buku Panduan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok
CHEM II . Purwokerto.
Hal. 12 ± 13
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20.
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Koeman, J.H.
1987. Pengantar Umum Toksikologi.
Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Sudrajad, A.
2005. Pencemaran Udara Suatu
Pendahuluan.Jurnal Inovasi , 5(XVII)
Online http://www.asmakmalaikat.Com/go/artikel/sains6.htm
Wardhana, W.A. 2001. Dampak
Pencemaran Lingkungan. Andioffset, Yogyakarta
.
halo selamat sore..
BalasHapuskalo boleh tau ini refrensi tentang cara kerjanya dari buku apa?
pengen tau soalnya aku lagi skripsi tentang COHb..
makasii :)
Halo selamat sore
BalasHapusKalau boleh tau banyaknya reagen sodium dithionite yg di gunakn berapa ya?
Makasihhh
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusPermisi kak untuk referensi metodenya dari buku apa ya kak?
BalasHapus