Rabu, 22 Februari 2012

laporan toksik HBCO


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Karbonmonoksida (CO) merupakan racun yang cukup lama dalam sejarahm manusia. Sumber utama dari CO adalah asap knalpot kendaraan terutama mesin berbahan bakar bensin. Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak mengiritasi, mudah terbakar dan sangat beracuin. Gas Karbon monoksida merupakan bahan yang umum ditemui di industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor, alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon dan nyala api (seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, asap tembakau. Namun sumber yang paling umum berupa residu pembakaran mesin.
Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon monoksida. Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida.
Sering kita mendengar terjadinya kematian di dalam mobil hal ini disebabkan mobil tertutup rapat, sistem pergantian udara tidak lancar, mesin mobil dalam keadaan hidup atau jalan sehingga pembuangan asap yang boCor masuk ke dalam mobil dan perlahanlahan terhirup oleh orang yang ada di dalam mobil. Salah satu senyawa kimia yang ada dalam asap hasil pembakaran tidak sempurna adalah gas karbon monoksida (CO) yang diduga menjadi penyebab kematian.
Gejala suatu keracunan karbon monoksida adalah hipoksia jaringan(kekurangan oksigen pada jaringan). Perokok kuat ± 5-10 % hemoglobinnya ada dalam bentuk HbCO. Hal ini hampir sama dengan konsentrasi HbCO yang disebabkan oleh konsentrasi CO 50 ppm, atau bahkan terletak di atas nilai itu. Perokok pasif, yaitu anak-anak, bayi atau janin pada keluarga perokok atau yang bersama-sama dengan perokok dapat mengalami adanya karboksi hemoglobin dengan kadar yang tinggi dalam darah. Keracunan HbCO berat, memberikan tanda merah jambu pada wajah pasien.

  1. Tujuan
1.      Mengukur kadar CO dalam darah (karboksihemoglobin) dengan metode hindsberg-Lang
2.      Menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar karboksihemoglobin dalam darah dengan metode Hindsberg-Lang
3.      Melakukan pemeriksaan biomarker keracunan CO










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Karbonmonoksida (CO)
Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbonmonoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang pada suhu udara normal berbentuk gas tidak berwarna tidak berbau dan tidak berasa. Senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin (Sudrajad, 2005).
Menurut Fardiaz (1992), secara umum terbentuk gas CO adalah melalui proses berikut ini:
  1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon
  2. Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
  3. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan oksigen.

B.               Karboksihiemoglobin (HbCo)
Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya terikat pada gugus prostetik hem dan keseluruhannya mempunyai berat molekul 64.450 Dalton. Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut hemoglobin teroksigenasi atau oksihemoglobin (HbO2), sedangkan hemoglobin yang sudah melepaskan oksigen disebut deoksihemoglobin (Hb). Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak sempurna yaitu karbonmonoksida (CO) dan disebut karbamonoksihemoglobin (HbCO). Hb berwarna merah keCoklatan, dan HbCO berwarna merah terang (carmine tint). Untuk lebih jelas lagi setiap derivat Hb dapat pula dibedakan dengan menggunakan spektroskop (Asscalbiass, 2010).
Karboksihemoglobin beberapa kali lebih stabil dibandingkan dengan oksihemoglobin sehingga reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 ke jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah turun sebanyak 15 %, sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter. Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoksia pada jaringan. Hipoksia menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem kardiovaskuler terjadi pada HbCO kurang dari 5 %.
Keracunan karbon monoksida sering digolongkan sebagai salah satu bentuk hipoksia anemik, karena didapatkan defisiensi hemoglobin yang dapat mengangkut O2, tetapi kandungan hemoglobin total di dalam darah tidak dipengaruhi oleh CO. Terdapatnya HbCO, ditunjukan oleh kurva disosiasi untuk HbO2 yang tersisa akan bergeser ke kiri, sehingga jumlah O2 yang dilepaskan berkurang. Inilah sebabnya mengapa penderita anemia yang mempunyai HbO2 50% dari jumlah normal masih dapat melakukan kerja fisik sedang, tetapi individu yang kadar HbO2 turun sampai taraf yang serupa akibat adanya HbCO menjadi sangat tidak mampu (Ganong, 2002).
Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh dosis pada waktu terjadi keracunan. Kerja toksik bertambah dengan naiknya dosis terhadap seseorang yang selama beberapa jam mengalami pemaparan. Semakin besar HbCO dalam darah,maka semakin fatal efek yang ditimbulkan (Koeman, 1987).
Gejala toksisitas CO adalah nyeri kepala, rasa lelah, kebingungan mental,mual, dan gangguan neurologik berat akibat hipoksia yang menyebabkan koma, sertakematian. Analisis untuk CO dilakukan pada darah yang diberi EDTA. Hasil dinyatakan sebagai persen hemoglobin yang terdapat sebagai karboksihemoglobin. Gejala-gejala toksik keracunan CO muncul pada kadar 20% dan  kematian pada kadar mencapai 60%. Pengobatan dengan beralih dari sumber CO dan mempertahankan respirasi dengan entilasi yang kuat dan pemberian oksigen agar CO berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi keluar tubuh.
Pengaruh konsentrasi CO terhdadap kesehatan manusia dapat dilihat pada table di bawah ini:

No
Konsentrasi
CO (ppm)
Konsentrasi HbCO (%)
Gejala terhadap kesehatan
1
0-10
1-2,5
Belum ada gejala
2
10
3,0-4,0
Gangguan pada tingkahlaku
3
10-20
5,0-6,0
Gangguan pada systemsaraf, penglihatan, pancaindra dll
4
30-50
10,0-<20,0
Perubahan  fungsi  padajantung dan paru
5
50-70
>20,0-60,0
Sakit  kepala,  lesu,pusing,  sesak  napas,koma
6
80-90
70,0-90,0
Kematian

(Wardhana,2001)






BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Hasil
1.      Alat,  Bahan dan Cara Kerja
a.    Alat
Alat yang digunakan dalam praktikun ini meliputi spuit 3 cc, tourniquet  plakon, pipet ukur, yellow tip, Erlenmeyer, tabung reaksi dan rak tabung reaksi, spatula, mikropipet, kuvet, dan spektrofotometer.
b.   Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel darah, EDTA, ammonium, sodium dithionit.
c.    Cara kerja
1)      Darah probandus diambil sebanyak 1cc dengan menggunakan spuit. Kemudian dimasukkan ke dalam plakon yang sudah diberi EDTA.
2)      Larutan amonium0,1% diambil sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
3)      Sampel whole blood diambil sebanyak 10  dengan menggunakan yellow tip, kemudian whole blooddimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan amonia.
4)      Kemudian campuran dibagi menjadi dua tabung, masing-masing sebanyak 5 ml, tabung satu ditambah sodium dithionit dan tabung kedua tidak ditambah sodium dithionit.
5)      Kedua larutan masing-masing diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm dan nilai foktor 6,08.
6)      Kemudian hasilnya dibaca.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan spektofotometer dan metode hindberger-lang diperoleh kadar Co pada praktikan yang diambil darahnya sebesarsebesar 2,03%.

  1. Pembahasan
CO diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara reversible, membentuk karboksi-hemoglobin (COHb). Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome c oxidase dan cytochrome P-450. Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30 sampai 500 kali afinitas oksigen, tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245 kali afinitas oksigen sehingga CO merupakan gas yang berbahaya untuk tubuh karena dapat menghambat penyerapan oksigen pada jaringan. Konsentrasi CO dalam  udara lingkungan yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas. (Wardhana,2001)
Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktivitas fisik dan penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh dara otak dan jantung, emfisema paru, asma bronchial, TBC paru dan penyakit metabolik serta obat-obatan yang menyebabkan depresi susunan saraf pusat, Contohnya alkohol, barbiturat dan morfin. (Wardhana,2001)
Hasil pemeriksaan pada saat praktikum menunjukkan kadar Co dalam darah sebesar 2,03%, jumlah tersebut masih dalam batas aman dan belum menimbulkan suatu gejala, CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan Hb dengan CO bersifat reversible dan setelah Hb dilepaskan oleh CO, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar COHb sebelum pemaparan (kadar COHb inisial), lamanya pemaparan, dan ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Purwokerto merupakan kota kecil yang masih banyak ruang hijau sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk mengeksresi Co masih bisa dipenuhi sehingga kadar Co pada darah praktikan yang hidup di Purwokerto masih dalam batas aman.













BAB IV
PENUTUP

1.      Pemeriksaan kadar Co dengan metode hindsberger-lang dilakukan pada darah yang diberi EDTA. Hasil dinyatakan sebagai persen hemoglobin yang terdapat sebagai karboksihemoglobin.
2.      Hasil pemeriksaan pada saat praktikum menunjukkan kadar Co dalam darah sebesar 2,03%, jumlah tersebut masih dalam batas aman dan belum menimbulkan suatu gejala,















TINJAUAN PUSTAKA

Asscalbiass. 2010. Buku Panduan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok CHEM II  . Purwokerto. Hal. 12 ± 13
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Sudrajad, A. 2005. Pencemaran Udara Suatu Pendahuluan.Jurnal Inovasi , 5(XVII) Online http://www.asmakmalaikat.Com/go/artikel/sains6.htm

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andioffset, Yogyakarta

.

4 komentar:

  1. halo selamat sore..
    kalo boleh tau ini refrensi tentang cara kerjanya dari buku apa?
    pengen tau soalnya aku lagi skripsi tentang COHb..
    makasii :)

    BalasHapus
  2. Halo selamat sore
    Kalau boleh tau banyaknya reagen sodium dithionite yg di gunakn berapa ya?
    Makasihhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  3. Permisi kak untuk referensi metodenya dari buku apa ya kak?

    BalasHapus